Belum lama ini kita dihebohkan dengan pemberitaan tentang penggunaan formalin sebagai pengawet beberapa makanan yang kita konsumsi setiap hari. Formalin merupakan salah satu bahan berbahaya yang mempunyai efek kurang baik bila dikonsumsi oleh manusia. Badan Pengawasan Obat dan Makanan menyatakan bahwa fomalin yang mengandung 37% formaldehid dalam air dan 15% methanol apabila terakumulasi dalam tubuh dapat menyebabkan ganguan kesehatan misalnya: kanker.
Pada umumnya bahan pengawet makan yang bisa digunakan adalah tidak mengandung zat-zat berbahaya bagi konsumen, tidak mempengaruhi cita rasa maupun struktur yang terkandung dalam makanan, dapat meningkatkan nilai ekonomi bahan makanan yang diawetkan, dan tujuan penggunaannya tidak untuk menutupi kerusakan makanan. Salah satu metode pengawetan makanan zaman dahulu adalah dengan pengasapan makanan, namun hal ini sekarang sangat jarang dilakukan, masyarakat lebih cenderung menggunakan bahan tambahan makanan yang langsung bisa digunakan sebagai pengawet makanan. Salah satunya yang digunakan adalah formalin yang berbahaya tersebut. Hal ini yang mendorong para ilmuan, peneliti, maupun masyarakat untuk menemukan bahan yang digunakan sebagai alternatif pengganti formalin untuk pengawetan makanan. Beberapa bahan yang telah teruji dapat mengawetkan makanan antara lain: bawang putih, citosan dan asap cair.
Di Indonesia banyak terdapat industri yang menggunakan bahan baku dari alam, salah satunya adalah kelapa. Namun untuk kelapa itu sendiri diketahui penanganan limbahnya belum dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu limbahnya adalah tempurung kelapa yang bisa digunakan untuk pembuatan asap cair. Asap cair adalah cairan kondensat dari asap yang telah mengalami penyimpanan dan penyaringan untuk memisahkan tar dan bahan-bahan partikulat. Salah satu untuk membuat asap cair adalah dengan mengkondensasikan asap hasil pembakaran tidak sempurna dari kayu.
Proses pembakaran tidak sempurna tersebut dinamakan pirolisis. Proses pirolisis adalah proses pembakaran bahan (tempurung kelapa) pada suhu tinggi yakni antara 400-600oC pada tungku bertekanan. Dengan proses ini akan dihasilkan arang serta asap. Asap ini kemudian dialirkan dan didinginkan sehingga mengembun menjadi cairan. Cairan ini yang kemudian dikenal dengan liquid smoke atau asap cair. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik biasanya cairan ini disuling (destilasi) ulang untuk memisahkan komponen berat dan komponen ringan, dengan memanfaatkan perbedaan titik didih masing-masing komponen.
Komponen yang terkandung dalam asap hasil pirolisis tempurung kelapa antara lain senyawa asam, fenolat, dan karbonil. Pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13%, karbonil 11,3% dan asam 10,2%. Serta tar sebagai komponen berat yang mudah mengendap.
Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kandungan senyawa-senyawa penyusun asap cair sangat menentukan sifat organoleptik asap cair serta menentukan kualitas produk pengasapan. Diketahui pula bahwa temperature pembuatan asap merupakan faktor yang paling menentukan kualitas asap yang dihasilkan. Kandungan maksimum senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada temperatur pirolisis 600oC. Tetapi produk yang diberikan asap cair yang dihasilkan pada temperature 400oC dinilai mempunyai kualitas organoleptik yang terbaik dibandingkan dengan asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi.
Asap cair telah banyak diaplikasikan pada pengolahan, diantaranya pada daging dan hasil ternak, daging olahan, keju dan keju oles. Asap cair juga digunakan untuk menambah cita rasa asap pada saus, sup, sayuran kaleng, bumbu dan campuran rempah-rempah. Aplikasi baru asap cair adalah untuk menambah cita rasa pada makanan rendah lemak. Pada aplikasi tersebut perlu diperhatikan warna produk yang dihasilkan, karena ada beberapa produk yang menghendaki warna coklat, sementara beberapa produk lainnya tidak menghendaki terbentuknya warna coklat. Selain memiliki segi-segi keuntungan, proses pengasapan dapat menyebabkan bahan pangan mengandung benzopiren yang bersifat karsinogen yang tidak dikehendaki, dan telah banyak dilakukan usaha untuk mengeliminasi kandungan senyawa tersebut dalam produk pengasapan.
Formalin merupakan larutan tidak berwarna dengan bau menyengat serta sangat mudah menyebabkan iritasi. Formalin yang beredar di pasaran menggunakan zat pelarut air dengan konsentrasi 36% - 37% dan biasanya menggunakan metanol sebesar 15% sebagai katalisator agar formalin tidak berubah menjadi zat lebih beracun yang disebut paraformaldehyde. Yang tidak diketahui oleh masyarakat, formalin yang sebenarnya merupakan senyawa organik yang banyak terdapat disekitar kita dan bahkan dapat kita temui di air hujan dan asap kendaraan bermotor. Bagi perokok, formalin merupakan sahabat mereka sejak dulu karena 1 batang rokok mengandung 15 mg sampai 20 mg, sedangkan yang terhirup oleh perokok aktif adalah 0,4 mg sampai 2 mg. Sebenarnya formalin mudah sekali rusak apabila berinteraksi dengan udara dan di air, formalin akan mudah berhydrasi menjadi satu zat yang disebut glikol.
Jadi sebenarnya tanpa ada isu formalin digunakan sebagai bahan pengawet, kita sudah mengkonsumsi formalin setiap hari, batas normal tubuh dapat menetralisir formalin dalam tubuh melalui konsumsi makanan adalah 1,5 sampai 14 mg setiap harinya. Formalin dalam tubuh diubah menjadi asam format dan dikeluarkan dalam bentuk CO2 dan H2O melalui urine.
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Di sektor industri sebenarnya formalin sangat banyak manfaatnya. Formaldehid memiliki banyak manfaat, seperti anti bakteri atau pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Dalam dunia fotografi biasaya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetika, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak.. Di bidang industri kayu sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood). Dalam konsentrasi yag sangat kecil (<1>
Asap cair dapat dibuat dengan proses pirolisis. Bahan baku tempurung kelapa dikeringkan hingga kadar airnya konsisten. Tempurung kelapa di masukkan ke tungku pirolisis (terbuat dari stainless) kemudian ditutup rapat tanpa ada udara yang keluar, kemudian dipanaskan dengan menggunakan kompor bertekanan tinggi. Kira-kira 30 menit kemudian, dari dalam tungku tersebut akan keluar asap yang dialirkan lewat suatu pipa. Asap tersebut didinginkan sehingga menjadi cair. Karena uap cair ini masih belum bening dan masih mengandung zat yang berbahaya, maka uap cair ini akan diuapkan (didistilasi) lagi. Setelah melalui beberapa kali distilasi maka didapat uap cair dengan warna yang bening, tak keruh, atau coklat lagi. Itulah yang disebut uap asap atau liquid smoke.
Pada proses pirolisis ini, 100 gram tempurung dapat menghasilkan 25 liter asap cair, 1 liter asap cair ditambah dengan 3 liter air dapat digunakan untuk mengawetkan 1000 ekor ikan sehingga dapat bertahan hingga 25 hari. Ongkos produksinya hanya sekitar Rp. 50.000,- , sehingga harga jual uap cair ini relatif murah yakni Rp. 6000,- /liter.
Pada dasarnya proses pirolisis ini dapat dilakukan dengan cara sederhana, hal ini terlihat pada alat-alat yang digunakan. Tempat pembakaran tempurung kelapa menggunakan drum, dan pemanasnya menggunakan tungku api.
Teknologi sederhana ini dapat diaplikasikan sebagai teknologi tepat guna yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain memanfaatkan limbah tempurung kelapa, pembuatan asap cair dari tempurung kelapa ini dapat membuka peluang usaha baru bagi masyarakat. Hal ini sejalan dengan usaha pemerintah untuk meningkatkan kembali omzet pengusaha kecil di sektor pangan olahan yang tertekan isu penggunaan formalin, antara lain melalui bantuan prasarana produksi. Pada dasarnya tujuan dari bantuan prasarana produksi bagi produsen skala kecil pangan olahan adalah untuk meningkatkan kualitas produk serta menekan potensi penyalahgunaan kimia aditif yang membahayakan konsumen. Dan diharapkan tempurung kelapa merupakan penghasil asap cair yang dapat dimanfaatkan sebagai peluang usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam mengaplikasikan teknologi tepat guna.
Senin, 08 Februari 2010
Langganan:
Postingan (Atom)